Revisi Undang-Undang Pemilu dinilai mendesak dilakukan agar sistem demokrasi Indonesia lebih partisipatif dan adaptif terhadap perkembangan zaman, termasuk teknologi. Hal ini mengemuka dalam diskusi Forum Populi bertajuk “Revisi UU Pemilu: Tata Kelola Demokrasi Partisipatif Berbasis Inovasi” yang digelar Populi Center pada Rabu (11/6/2025).
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya menegaskan, pemerintah ingin memastikan proses revisi ini memiliki arah dan tujuan yang jelas. Ia juga menyampaikan bahwa pemerintah memilih pendekatan kodifikasi atau penyusunan dan penggabungan berbagai peraturan perundang-undangan yang tersebar ke dalam satu undang-undang yang sistematis, terstruktur, dan terpadu, bukan omnibus law. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin sepakat bahwa revisi perlu didasari oleh tujuan yang kuat dan berorientasi pada kepentingan publik. Zulfikar juga menekankan pentingnya efektivitas partai di parlemen dibanding sekadar jumlah.
Direktur Fasilitasi Pemantauan Riset dan Inovasi Daerah BRIN, Moch Nurhasim, menyatakan bahwa kodifikasi penting dilakukan untuk menyelaraskan Pilkada dan Pemilu. Di sisi lain, Direktur Eksekutif Populi Center, Afrimadona, mengatakan bahwa selama ini pegiat teknologi dan kepemiluan berjalan terpisah. Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, menegaskan bahwa pembahasan RUU Pemilu harus selesai sebelum 2026 agar bisa diterapkan dalam Pemilu 2029. Sementara, Peneliti Senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, menambahkan bahwa pembenahan menyeluruh perlu dilakukan.