Sejumlah pengamat berpandangan penggunaan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam pemilihan umum (pemilu) perlu segera diatur melalui undang-undang. Peneliti Senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, mengatakan perlu ada inovasi pikiran serta perbaikan struktur dan aktor dalam proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu. Menurutnya, teknologi dalam pemilu bukan hanya bisa dikaji dari sisi biaya, namun kultur, struktur, dan regulasi juga perlu diperbaiki.
Direktur Eksekutif Populi Center, Afrimadona, mengatakan teknologi menciptakan efisiensi dari segi proses hingga pendanaan. Namun, ia juga menekankan perlu ada aturan soal ini. Menurut dia, teknologi bisa “menetralisir” apa yang disebut sebagai sisi negatif dari demokrasi, karena teknologi ini bisa diaudit. Menurut Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati, beberapa hal yang perlu diatur adalah sistem, aktor, penegak hukum, termasuk juga teknologi. Ia mengatakan teknologi perlu diatur sebagai upaya mendapatkan kepercayaan masyarakat kepada proses pemilu.
Yose Rizal, Founder Pemilu AI, berpendapat teknologi dapat menopang proses pemilu yang efektif dan efisien, mulai dari biaya kampanye, pengawasan terhadap kecurangan, dan aspek lainnya. Selain itu, AI juga dapat membantu dengan simulasi kampanye pemilu.