Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk tidak lagi menunda penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan plastik. Plt. Ketua Harian YLKI Indah Suksmaningsih mempertanyakan alasan pemerintah terus menunda kebijakan yang jelas-jelas memberikan manfaat kesehatan dan ekonomi. Pasalnya, kebijakan ini telah ditunda sejak 2020. “Kami mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan pembahasan dan merealisasikan kebijakan ini tanpa menunggu hingga tahun 2025,” ujar Indah dalam keterangan resmi, Kamis (13/6/2024).
YLKI menilai bahwa penundaan ini tidak sejalan dengan urgensi masalah kesehatan dan lingkungan yang dihadapi Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan prevalensi diabetes pada usia 15 tahun keatas meningkat 11% dari sebelumya 10,9%. Di samping ketidakjelasan ketentuan ini, YLKI justru menduga dengan kuat bahwa penundaan ini tidak terlepas adanya intervensi dari industri MBDK, yang sejak awal memang menolak cukai MBDK. Dalam jangka panjang, Indah mengkhawatirkan dari penundaan kebijakan ini hanya akan memperburuk kualitas generasi mendatang dan tentunya akan menunda capaian Generasi Emas 2045.
Berbeda dari dugaan YLKI, Manajer Riset dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar justru melihat maju mundur implementasi cukai MBDK dan plastik ini tampaknya akibar faktor politik pada masa transisi. “Bisa kita lihat, beberapa kebijakan seperti Tapera yang kemudian ditunda bahkan dibatalkan. Kemungkinan, Pemerintah sekarang masih memperhitungkan risiko ini. Artinya, semua akan di tangan pemerintahan Prabowo–Gibran,” tuturnya. Bila mana aturan tersebut benar-benar tidak diterapkan tahun ini, bukan hanya persoalan kesehatan, pendapatan negara senilai Rp6,24 triliun yang ditargetkan dari cukai MBDK dan plastik tahun ini akan hilang.