Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pemerintah mengevaluasi kebijakan soal minyak goreng. Ketua YLKI Tulus Abadi menilai berbagai kebijakan yang digelontorkan pemerintah baik di hilir maupun di hulu kurang efektif dalam mengatasi kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng.
Ketua YLKI menyebut kebijakan di hilir perlu dievaluasi, terutama menyangkut struktur harga yang ditetapkan. Apindo (Asiosiasi Pengusaha Indonesia) mengeluh jika harganya masih terlalu rendah. Pemerintah juga diminta untuk tidak terlalu cepat menjanjikan kepada masyarakat bahwa semua hal yang terkait dengan polemik minyak goreng (kelangkaan stok dan harga yang tinggi) akan beres pada awal Ferbuari 2022. Padahal, pada pertengahan bulan seperti ini masih banyak kendala-kendala, serta masyarakat masih belun menikmati yang dijanjikan tersebut.
Selain itu, pemerintah juga diminta memiliki sikap yang jelas terkait prioritas pemanfaatan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di situasi sekarang ini, apakah akan diprioritaskan untuk bahan baku minyak goreng, di ekspor atau untuk bioenergi (energi nabati nonfosil). Strateginya harus jelas, jangan sampai tarik ulur ini membuat energi nabati nonfosil dapat diselamatkan, namun untuk pangan minyak goreng dikorbankan sehingga harganya melambung tinggi karena stoknya terbatas.