Anggota WTO menyepakati beberapa isu yang telah dibahas. Salah satunya mengenai penanganan krisis pangan yang kini mengkhawatirkan sejalan dengan gangguan iklim dan eskalasi perang Rusia-Ukraina.
Koordinator Fungsi Ekonomi 2 Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) Jenewa Ditya Agung Nurdianto mengatakan poin yang telah disepakati adalah Ministerial Declaration on Trade and Food Security dan World Food Programme (WFP) untuk tujuan non-commercial. Dalam kaitan krisis pangan, ada tiga pilar yang menjadi bahasan anggota, yaitu Ministerial Declaration on Trade and Food Security, Ministerial Decision on Agriculture, dan Draft Ministerial on World Food Program Food Purchase Exemption from Export Prohibitions or Restrictions.Selain pangan, isu yang juga disepakati oleh WTO adalah Moratorium on Customs Duties on Electronic Transmissions. Secara konkret, WTO sepakat untuk melakukan moratorium e-commerce yang diperpanjang sampai akhir tahun ini.
Merespons keputusan WTO ini, Ketua III Kadin Indonesia Shinta W Kamdani menilai pemerintah perlu meminta penegasan WTO terkait pembatasan subsidi perikanan yang berisiko merugikan nelayan kecil. Pembatasan subsidi ini mengancam stabilitas sosial ekonomi karena nelayan kecil di Indonesia menjadi salah satu pemasok produk laut. Umumnya mereka berpenghasilan kelas menengah bawah sehingga output kapitalnya terbatas untuk melaut bila subsidi tidak diberikan. Dengan memperhitungkan faktor seperti kenaikan harga energi dan efek penerapan kebijakan antisubsidi perikanan, nelayan kecil tidak sanggup melaut sehingga menciptakan masalah sosial. Di sisi lain, harga pangan nasional juga berisiko meningkat karena kenaikan ongkos di sektor perikanan yang lantas didistribusikan kepada konsumen. Sehingga, terjadi cost push inflation di sektor pangan. Ini akan berdampak buruk terhadap masyarakat dan pertumbuhan.