Pada saat negara maju berlomba-lomba menurunkan emisi gas buang dengan menaikkan porsi angkutan barang menggunakan kereta api di atas 30%, Indonesia masih berkutat pada masalah truk bermuatan dan dimensi berlebih. Padahal, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi telah berkomitmen menerapkan konsep logistik hijau dalam distribusi logistik melalui transformasi dan dekarbonisasi di sektor transportasi. Upaya menuju logistik hijau dapat dimulai dari skema modernisasi angkutan truk dan integrasi transportasi logistik untuk transportasi berbasis jalan dan KA.
Saat ini, porsi angkutan barang menggunakan KA di Tanah Air tak lebih dari 3%, sedangkan transportasi darat menguasai 91%. Maka jangan heran jika transportasi darat menyumbang sebesar 91% dari total emisi di sektor transportasi. Untuk itu, pemerintah mendorong pengusaha meremajakan truk lama dengan truk baru yang lebih ramah lingkungan sebagai bagian dari logistik hijau. Dengan konsep itu, Indonesia bakal mengurangi penggunaan energi, polusi, dan emisi rumah kaca, sehingga emisi gas rumah kaca bisa turun 11% pada 2030. Penerapan logistik hijau di Tanah Air memang membutuhkan komitmen kuat dari semua pemangku kepentingan terkait. Komitmen tersebut tidak sekadar datang dari kementerian dan lembaga (K/L), tetapi juga pengusaha, operator pelabuhan, hingga pemilik barang.
Salah satu komitmen datang dari operator pelabuhan di Indonesia. Saat ini, terdapat 10 unit pelabuhan yang sudah memenuhi standar pelabuhan hijau (green port) sebagai bagian dari program ekonomi hijau. Ke-10 pelabuhan itu antara lain PT Krakatau Bandar Samudera, PT Terminal Teluk Lamong, PT IPC Terminal Petikemas-Tanjung Priok, dan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 2 Pontianak Terminal Kijing. Pemerintah terus mendorong 149 pelabuhan memenuhi standar green port dan smart port, agar mampu bersaing di kancah global.