BPS mencatat inflasi sebesar 4,35 persen pada Juni 2022 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy). Kenaikan inflasi tahunan yang berada di atas angka empat ini merupakan yang tertinggi sejak 2017. Peningkatan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga pangan bergejolak (volatile food) yang mencapai 10,07 persen (yoy).
Komoditas pangan yang meningkat meliputi cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah. Lonjakan harga terjadi akibat curah hujan tinggi di wilayah sentra sehingga menimbulkan gagal panen, terganggunya distribusi, ketidakpastian global akibat perang Rusia dengan Ukraina dan harga minyak mentah yang melambung.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menuturkan kenaikan inflasi harus diwaspadai di paruh kedua tahun ini. Pasalnya, ia mulai mencium tanda bahwa inflasi mengarah ke stagflasi terlihat dari kenaikan inflasi tahunan yang tinggi pada Juni. Kenaikan itu abnormal atau tidak wajar sebab, secara musiman pasca Lebaran idealnya inflasi mulai menurun akibat normalisasi harga pangan.
Ia menyebut risiko terbesar adalah imported inflation, yakni pelemahan kurs yang membuat harga berbagai barang di dalam negeri meningkat. Selain itu, kebijakan pemerintah yang ‘memaksa’ masyarakat membeli BBM jenis Pertamax dengan menerapkan kebijakan beli BBM subsidi jenis pertalite dan solar dengan aplikasi MyPertamina juga dapat memicu kenaikan inflasi.