Upaya bank-bank sentral di dunia untuk memerangi inflasi yang tinggi dinilai malah bisa menyebabkan resesi selama dua tahun ke depan dan meningkatkan risiko kecelakaan di sektor keuangan. Perusahaan investasi asal Amerika Serikat (AS), PIMCO, mengatakan kenaikan harga-harga telah mendominasi pasar keuangan global tahun ini, mendorong bank-bank sentral untuk menaikkan suku bunga guna menahan permintaan. Namun, ketidakpastian seputar langkah kebijakan moneter yang lebih ketat dan konsekuensinya bagi ekonomi global telah menyebabkan volatilitas yang tinggi di pasar.
Ketidakstabilan geopolitik yang disebabkan oleh perang di Ukraina juga berkontribusi pada perubahan harga yang liar di seluruh pasar obligasi dan saham, sehingga memperburuk inflasi dengan mendorong biaya komoditas seperti minyak dan gas. Kemungkinan kontraksi ekonomi disebabkan oleh berbagai risiko, termasuk inflasi yang masih tinggi dan potensi gejolak geopolitik yang lebih besar. Hal itu juga mencerminkan fokus intens bank-bank sentral untuk memerangi inflasi terlebih dahulu, yang meningkatkan risiko kecelakaan keuangan di atas pengetatan tajam kondisi keuangan yang sudah terlihat. Perebutan oleh bank-bank sentral untuk mengendalikan inflasi telah menghancurkan investor obligasi tahun ini. Imbal hasil obligasi pemerintah yang bergerak berlawanan dengan harga – telah meningkat tajam dalam apa yang merupakan awal terburuk tahun ini dalam sejarah pasar obligasi.
Pakar ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan langkah bank-bank sentral menaikkan suku bunga dapat dipahami, sebagai upaya menahan laju inflasi. Kondisi saat ini harus menjadi pelajaran untuk lebih meningkatkan kemandirian produksi agar tidak semakin rentan. Dengan menaikkan suku bunga maka diharapkan konsumsi masyarakat tertahan sehingga dapat menahan laju inflasi. Untuk sebagian besar bisnis, kenaikan harga saat ini tidak begitu disukai karena bersifat cost push, bukan demand pull, yang menyebabkan keuntungan mereka ikut terpengaruh. Di sisi lain, hal ini menjadi pelajaran berharga bagi negara yang pertumbuhannya lebih berbasis konsumsi daripada produksi. “Kemandirian jauh lebih penting, pangan harus lebih mandiri dengan mengutamakan produk dalam negeri. Produksi pertanian harus lebih ditingkatkan dengan memperbaiki efisiensi dan lebih memanfaatkan teknologi pertanian,” kataWibisono.