Uni Eropa mengutuk hukuman penjara dan kerja paksa yang dijatuhkan pengadilan Myanmar kepada mantan pemimpin de facto negara tersebut, Aung San Suu Kyi. Perhimpunan Benua Biru mendesak junta Myanmar membebaskan tokoh yang pernah menerima Nobel Perdamaian pada 1991 tersebut. Pada Jumat (2/9/2022) lalu, pengadilan Naypyitaw, Myanmar, menjatuhkan hukuman penjara selama tiga tahun kepada Aung San Suu Kyi. Dia dinyatakan bersalah dalam kasus penipuan pemilu. Sebelumnya Suu Kyi sudah menerima vonis 17 tahun penjara atas beberapa dakwaan yang dilayangkan militer Myanmar.
Selain Suu Kyi, pengadilan Naypyitaw turut menjatuhkan hukuman penjara selama tiga tahun kepada mantan presiden Myanmar Win Myint dan mantan menteri kantor kepresidenan Min Thu dalam kasus serupa. Selain penjara tiga tahun, Suu Kyi, Win Myint, dan Min Thu juga akan menjalani hukuman kerja paksa. Pengacara mereka dilaporkan akan mengajukan banding atas vonis tersebut.
Vonis hukuman terbaru yang diterima Suu Kyi turut membawa konsekuensi politik. Partai Suu Kyi, yakni National League for Democracy (NLD), terancam dibubarkan sebelum pemilu yang dijanjikan militer untuk tahun 2023 digelar. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Myanmar Thein Shoe telah menyampaikan, lembaganya akan mempertimbangkan pembubaran NLD. Thein Shoe menuduh NLD telah bekerja secara ilegal dengan pemerintah untuk memperoleh keuntungan sendiri dalam pemilihan.