Indonesia kalah gugatan sengketa larangan ekspor nikel di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Informasi itu disampaikan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR Senin (21/11). Dalam rapat, Arifin membacakan hasil final putusan panel WTO di Dispute Settlement Body (DSB) atas perkara larangan ekspor nikel Indonesia yang dicatat dalam sengketa DS 592. Arifin mengatakan berdasarkan putusan tertanggal 17 Oktober 2022, dijelaskan bahwa Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.
Beberapa regulasi atau peraturan perundang-undangan Indonesia yang dinilai melanggar ketentuan WTO, antara lain UU No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Lalu, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Final report akan didistribusikan kepada anggota WTO lain pada 30 November 2022 dan akan dimasukkan ke dalam agenda DSB pada 20 Desember 2022. Meski kalah, Arifin mengatakan pemerintah tak akan menyerah. Ia menegaskan Indonesia siap mengajukan banding atas putusan itu. Pemerintah berpandangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum yang tetap, sehingga masih terdapat peluang untuk appeal atau banding. Pemerintah juga tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang tidak sesuai sebelum keputusan diadopsi oleh Dispute Settlement Body (DSB). Selain banding, Arifin melanjutkan pemerintah bakal terus mempertahankan kebijakan hilirisasi mineral yakni nikel dengan cara mempercepat proses pembangunan smelter di dalam negeri.