Laporan terbaru Komisioner PBB United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) menunjukkan bahwa persoalan stateless atau tanpa kewarganegaraan masih menjadi isu global yang belum terselesaikan. UNHCR mencatat sekitar 12 ribu orang di seluruh dunia masih hidup tanpa kewarganegaraan. Kondisi ini membuat mereka rentan kehilangan hak dasar seperti akses pendidikan, kesehatan, pekerjaan, hingga pencatatan kelahiran.
Padahal, sejumlah instrumen hukum internasional, mulai dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 hingga Konvensi Pengurangan Status Tanpa Kewarganegaraan 1961, menegaskan bahwa setiap orang berhak memiliki kewarganegaraan. Di Indonesia, persoalan stateless juga menjadi perhatian serius. Komnas HAM melaporkan terdapat sekitar 325.477 warga asal Indonesia yang berpotensi kehilangan kewarganegaraan. Sebagian besar berada di Malaysia, Tawau, dan negara tujuan pekerja migran lainnya.
Banyak dari mereka tinggal di luar negeri lebih dari lima tahun tanpa dokumen yang jelas, menikah dengan warga negara asing, atau tidak mengurus administrasi sehingga terancam tidak lagi diakui sebagai warga negara Indonesia. Peneliti Utama Maslow Quest Foundation, Cassadee Orinthia Yan, menilai pemerintah Indonesia perlu meningkatkan kerja sama internasional dan memperkuat perlindungan bagi kelompok rentan ini. Ia menilai bahwa ketiadaan kewarganegaraan berdampak panjang terhadap individu, mulai dari tidak diakuinya hak-hak dasar hingga kesulitan berpartisipasi dalam kehidupan sosial.
