Uji Kembali Syarat Capres-Cawapres Tak Berlaku Surut

Pengajar HTN Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Andi Sandi, mengatakan, pengujian syarat usia capres dan cawapres yang saat ini digelar persidangannya dalam perkara 141./PUU-XXI/2023 merupakan upaya untuk mengoreksi putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Meskipun demikian, putusan 141 mendatang diperkirakan tidak bisa membatalkan pencalonan kandidat yang sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Menurut Andi, apabila MK mengoreksi putusan 90, hal itu akan merusak kredibilitas dan eksistensi lembaga tersebut dalam sistem ketatanegaraan. Ini juga akan berpengaruh pada legitimasi putusan MK saat mengadili sengketa pemilu mendatang. Pengajar HTN Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Allan FG Wardhana, mengungkapkan, MK perlu memperjelas isi putusan 90 yang oleh banyak kalangan dinilai tidak jelas. Allan juga sepakat, apa pun putusan MK nantinya tidak akan berpengaruh pada Pemilu 2024.

Pada Senin sore, MK menggelar sidang kedua pemeriksaan perkara 141 yang diajukan oleh mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana. Kuasa hukum pemohon Viktor Santoso Tandiasa meminta MK mengoreksi putusan 90. Hal itu juga untuk menyelamatkan MK agar tidak diletakkan ke dalam posisi sebagai lembaga yang menyebabkan cacatnya legitimasi penyelenggaraan Pemilu 2024. Ia meminta agar MK memaknai Pasal 169 huruf q UU MK dengan membatasi pada ”Berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah pada tingkat provinsi yakni Gubernur dan/atau Wakil Gubernur.”

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo yang menjadi ketua majelis panel perkara 141 mengatakan, pihaknya akan melaporkan permohonan tersebut ke rapat permusyawaratan hakim. Sementara itu, hakim konstitusi Guntur Hamzah mempertanyakan tudingan pemohon yang menyatakan bahwa putusan MK Nomor 90 dikeluarkan dengan adanya intervensi dari luar kekuasaan kehakiman.

Search