Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan rencana untuk memberlakukan kembali tarif impor resiprokal terhadap sejumlah negara dalam dua hingga tiga minggu ke depan. Langkah ini menyusul penundaan kebijakan tarif besar-besaran yang sebelumnya dirancang, guna memberi waktu negosiasi kepada mitra dagang. Jika kesepakatan tidak tercapai, tarif baru dapat mencapai 50 persen, kecuali China yang sudah dikenai tarif 145 persen. Trump menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan melindungi industri domestik dan menciptakan keseimbangan dalam perdagangan. Namun, kebijakan tarif ini telah menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan, memicu kekhawatiran resesi, serta menyebabkan penurunan nilai pasar saham AS yang signifikan.
Sementara itu, ketegangan antara AS dan China terus meningkat. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyebut perang dagang saat ini sebagai tidak berkelanjutan, meski memprediksi butuh waktu dua hingga tiga tahun untuk menormalisasi hubungan dagang. Pemerintah China merespons dengan tegas, meminta AS berhenti menggunakan tekanan ekstrem dan mulai berdialog secara setara. Meskipun Trump berharap tarif terhadap China dapat diturunkan, ia menegaskan tidak akan menunggu terlalu lama untuk kesepakatan dan siap memberlakukan tarif kapan saja jika diperlukan. Kebijakan ini memicu kekhawatiran luas atas potensi dampaknya terhadap arus perdagangan global dan stabilitas ekonomi dunia.