Peringatan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) terkait ancaman krisis pangan global harus disikapi cepat oleh semua pihak dengan mengedepankan kolaborasi, terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional melalui peningkatan produksi dengan mengenalkan berbagai pangan ke negara-negara lain sebagai komoditas ekspor. Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, saat menyampaikan sambutan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pembukaan Penas Tani di Padang, pekan lalu, mengatakan ketegangan politik di berbagai negara dan ancaman perubahan iklim memerlukan peran aktif semua pihak untuk meningkatkan produksi sektor pertanian.
Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, mengatakan indikasi krisis pangan terkini dapat dilihat dari tren kenaikan harga pangan. Dalam jangka pendek, pemerintah harus memastikan peningkatan cadangan pangan pemerintah sekaligus menjaga stabilitas harga menghadapi krisis pangan. “Kita harus memastikan ketersediaan pangan, stabilitas harga, sekaligus kesejahteraan petani, sebagai pelaku usaha utama produksi pangan,” kata Qomar.
Pihaknya pun merekomendasikan perlunya kebijakan seperti proteksi produksi dan produsen, meliputi jaminan sosial, jaminan harga produk tani, dan asuransi usaha tani. Kemudian, reforma agraria sebagai fondasi pertanian yang telah terbukti bisa menggerakkan ekonomi perdesaan, dan meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan petani. “Terakhir, perlu mengevaluasi kebijakan yang menghambat terwujudnya kedaulatan pangan,” katanya. Semangat kolaboratif dalam berproduksi, tambahnya, harus ditujukan untuk meningkatkan kemampuan petani sehingga lebih mandiri, terutama mandiri saprodi, dan penguatan kelembagaan tani. Kolaboratif juga ditujukan untuk mewujudkan hak-hak petani sebagai pelaku utama usaha tani, agar bangsa lebih resilience menghadapi krisis pangan global.