Komisi XI DPR kini mewajibkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan melaporkan setiap rencana pengadaan pinjaman luar negeri baru. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie mengatakan, ketetapan ini harus dilaksanakan karena penarikan pinjaman luar negeri yang selama ini dilakukan pemerintah dilakukan tanpa adanya persetujuan dari DPR.
Dolfie menekankan, pinjaman luar negeri ini memiliki risiko yang besar bagi negara karena berpotensi disusupi agenda institusi yang menyediakan pinjaman itu, baik dalam cakupan bilateral maupun multilateral, maka ditegaskannya harus ada persetujuan DPR. Berdasarkan Undang-Undang, pinjaman yang membebani keuangan negara itu persetujuan DPR. Oleh sebab itu, kewajiban pelaporan ini menjadi salah satu kesimpulan rapat dengar pendapat yang dilakukan Komisi XI dengan DJPPR.
Kesimpulan ini pun telah disepakati Dirjen PPR Suminto. Meski demikian, ia menekankan, proses pinjaman luar negeri sebetulnya sangat panjang dimulai dari Badan Pembangunan Nasional (Bappenas). Selain itu, tidak mungkin satu per satu pinjaman harus meminta persetujuan DPR karena telah dibahas saat pembahasan APBN. Dalam proses penarikan pinjaman itu, menurut Suminto juga sudah mulai dibahas oleh Bappenas melalui penyusunan blue book atau long list, yang kemudian dimasukkan ke green book atau short list bagi yang sudah siap eksekusi. Setelah masuk ke green book, Kementerian Keuangan baru melakukan transaksi dengan lender.