Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap tiga industri obat sirop yang tidak memenuhi standar terkait penggunaan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG). Tiga industri tersebut yaitu PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma. “Modus operandi melanggar ketentuan dan memproduksi obat dengan menggunakan bahan tambahan yang tidak memenuhi persyaratan bahan baku obat,” ujar Kepala BPOM, Penny K. Lukito di Jakarta, Senin (31/10). Penny menyebut, ketiga industri tersebut sudah dijatuhi sanksi administrasi. Adapun pihaknya juga memberikan sanksi pidana untuk selanjutnya diteruskan ke pengadilan.
Penny menyontohkan, PT Yarindo Farmatama mengubah bahan baku obat (BBO) dengan bahan baku yang tidak memenuhi syarat. Cemaran EG produk tersebut di atas bahan aman sehingga produk tidak memenuhi persyaratan. Penny menambahkan, PT Yarindo Farmatama juga tidak melaporkan perubahan BBO. Selain itu, tidak dilakukan juga kualifikasi pemasok BBO dan menguji BBO tersebut. “Produk tersebut menggunakan Propilen Glikol yang mengandung etilen glikol 48 miligram per mililiter. Padahal standarnya harus kurang 0,1 miligram per mililiter,” jelasnya.
BPOM juga akan melakukan penelusuran terhadap distributor bahan baku kimia yang memasok propilen glikol (PG) kepada industri tersebut. Hal tersebut untuk menelusuri kemungkinan penyaluran ke industri farmasi lainnya. Penny mengungkap bahan baku PG yang ditemukan pada produk obat sirop di Indonesia, salah satunya didatangkan perusahaan multinasional Dow Chemical Thailand Ltd. “Produsennya adalah Dow Chemical yang di Thailand. Jalurnya dari Thailand,” kata dia. Dow Chemical merupakan perusahaan farmasi multinasional yang memproduksi Propilen Glikol (PG) sebagai bahan baku pelarut pada obat sirop. Bahan baku tersebut ditemukan pada produk obat sirop bermerek dagang Flurin DMP yang diproduksi PT Yarindo Farmatama di fasilitas produksi Jalan Modern Industri IV Kav. 29 Cikande, Serang.