Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, menilai Koalisi Perubahan terbilang rawan goyah. Ada tiga alasan yang membuat poros politik tersebut hingga kini belum kukuh. Pertama, dukungan Partai Demokrat ke Anies dinilai masih setengah hati. Menurut Adi, Demokrat kerap tak sejalan dengan internal Koalisi Perubahan. Beberapa waktu lalu, Partai Demokrat bersikukuh mengajukan nama ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono sebagai cawapres Anies. Terbaru, Demokrat mendesak cawapres Anies segera diumumkan. Demokrat belum sepenuhnya memperjuangkan Anies sebagai capres. Ini salah satunya tampak dari minimnya spanduk dan baliho Demokrat yang mempromosikan Anies sebagai calon presiden.
Adi juga menilai, Koalisi Perubahan untuk Persatuan lambat dalam memanaskan mesin politik mereka menuju Pemilu 2024. Pasalnya, kongsi tersebut tak serta merta menempatkan diri sebagai oposisi begitu meresmikan koalisi. Menurut Adi, Koalisi Perubahan baru terlihat “menyerang” pemerintahan ketika Johnny G Plate, Sekjen Partai Nasdem saat itu, ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Mestinya, koalisi langsung menunjukkan taringnya ke pemerintah begitu mengumumkan Anies sebagai bakal capres pada Oktober 2022 lalu. Adi menyebut, penting buat Koalisi Perubahan menegaskan posisi politik mereka yang berseberangan dengan pemerintah.
Hal lainnya, menurut Adi, sosok Anies yang tak cukup kuat merepresentasikan wajah kelompok oposisi. Pasalnya, Anies hampir tak pernah terang-terangan menyerang, atau menyatakan dirinya berseberangan dengan pemerintahan Jokowi. Level ketokohan Anies dinilai tidak lebih dari sekedar residu dan euforia Pilkada DKI Jakarta 2017. Jadi kalau diangkat ke level nasional agak kurang ngangkat sebagai representasi dari wajah oposisi. Atas situasi tersebut, Adi menilai, pada Pemilu Presiden 2024, Anies butuh sosok cawapres yang lebih kuat dalam merepresentasikan wajah oposisi.