Presiden Bank Pembangunan Asia (ADB) Masatsugu Asakawa mengatakan kenaikan suku bunga Federal Reserve yang masih terus berlangsung dapat membawa tekanan berupa arus keluar modal dari pasar keuangan Asia. Dampak lebih lanjut adalah depresiasi tajam mata uang negara-negara di kawasan. “Maka, kita harus mencermati lebih dekat dampak yang datang dari pengetatan kebijakan moneter AS dan juga saya harus bersiap untuk memperkuat kerja sama keuangan di antara [negara-negara] kawasan kita,” katanya di sela-sela Pertemuan Tahunan Ke-56 ADB di Incheon, Korea Selatan, Kamis (4/5).
Asakawa tak memerinci lebih lanjut penguatan kerja sama semacam apa yang dimaksud. Selama ini, berkolaborasi dengan ADB, Asean+3 (Asean plus China, Jepang, Korea Selatan) Bond Market Forum menerbitkan panduan khusus yang memberikan informasi tentang iklim investasi, aturan, undang-undang, peluang, dan karakteristik pasar obligasi negara-negara tersebut. Panduan ini bertujuan membantu penerbit obligasi, investor, dan perantara keuangan memahami konteks lokal dan mendorong partisipasi yang lebih besar di pasar obligasi yang berkembang pesat di kawasan itu. Panduan dibuat melalui konsultasi yang erat dengan pembuat kebijakan lokal dan pelaku pasar.
Sejauh ini, imbal hasil seluruh surat utang pemerintah 10 negara Asia yang direkam ADB tampak turun secara year-to-date. Obligasi Vietnam tenor 10 tahun turun paling tajam, yakni 158,3 basis poin menjadi 3,21 persen per 3 Mei, mengutip Asia Bonds Online. Yield obligasi acuan Indonesia turun 45,8 basis poin menjadi 6,48 persen. Di sisi lain, pergerakan mata uang 10 negara Asia beragam. Rupiah menguat paling tajam dengan apresiasi 6 persen sepanjang tahun berjalan di posisi Rp14.692 per dolar AS pada 3 Mei. Namun, won Korea jatuh 5,4 persen ke posisi 1.338,18 per dolar AS.