Dewan Pertimbangan Presiden

DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN

Terbuka, Poros Koalisi Pencalonan Presiden Lebih dari Dua

Berbagai partai politik menyatakan mendukung adanya ruang untuk menghadirkan banyak capres dan cawapres. Sejumlah partai politik pun sedang menjalin komunikasi politik untuk penjajakan kemungkinan koalisi. Sekjen PPP Arwani Thomafi mengatakan, pemilu harus menjadi ruang yang nyaman untuk mempertegas persatuan antaranak bangsa. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya untuk menghindari polarisasi yang tajam dalam perhelatan pemilu. Waketum Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, jumlah capres lebih dari dua akan lebih baik, karena rakyat akan memiliki semakin banyak pilihan. Wakil Sekjen PDI-P Arif Wibowo mengatakan, apakah jumlah capres di Pemilu 2024 berpotensi lebih dari dua, akan sangat bergantung pada dinamika partai-partai selaku pengusung koalisi. Wakil Sekjen PKB Syaiful Huda mengatakan, PKB ingin membentuk poros koalisi baru yang menyudahi fragmentasi politik sebagai dampak dari Pemilu 2019. PKB juga telah menjajaki komunikasi dengan parpol lain untuk mendorong hal ini.

Peneliti utama lembaga survei Indikator Politik, Adam Kamil, mengatakan, jika melihat konstelasi politik berdasarkan peta distribusi partai, dan polarisasi ideologi partai, terbuka potensi pembentukan empat poros koalisi dalam Pemilu 2024. Poros pertama, PDI-P, sebagai partai yang memiliki kursi lebih dari 20 persen. Poros lain, adalah Gerindra, Golkar, dan terbuka juga bagi poros Nasdem. Semakin banyak pilihan, masyarakat akan semakin leluasa memilih, karena tidak dimonopoli oleh kekuatan tertentu saja, dan menghindari polarisasi.

Kepala Departeman Politik dan Perubahan Sosial Arya Fernandes berpendapat pendorong utama munculnya poros-poros koalisi itu sebenarnya adalah kandidat, seperti yang terjadi pada Pemilu 2014 dan 2019, yang memicu koalisi adalah sosok Jokowi dan Prabowo, bukan partainya. Poros koalisi yang berbasiskan kandidat akan membuat parpol mendapatkan keuntungan yang setara, karena kandidat itu tidak mewakili salah satu parpol secara dominan. Fenomena Jokowi menunjukkan bagaimana kader biasa dapat menjadi magnet bagi terbentuknya koalisi, dan dengan situasi itu semua anggota koalisi tidak merasa dirugikan dengan kemunculannya.

Search