Harga minyak mentah melemah pada Kamis (31/7) karena kekhawatiran investor terhadap tenggat waktu tarif impor baru Presiden AS Donald Trump yang mulai berlaku 1 Agustus 2025. Ketidakpastian mengenai negara-negara yang belum menyepakati ketentuan perdagangan dengan AS turut menekan harga. Kontrak berjangka minyak Brent untuk September ditutup turun 0,97% menjadi USD72,53 per barel, sementara WTI AS merosot 1,06% menjadi USD 69,26 per barel. Meski sempat menguat sehari sebelumnya, sentimen pasar memburuk setelah Trump mengumumkan perpanjangan negosiasi dengan Meksiko selama 90 hari, termasuk tetap mengenakan tarif tinggi untuk beberapa komoditas utama.
Di tengah tekanan tarif, data dari Badan Informasi Energi (EIA) menunjukkan lonjakan produksi minyak mentah AS mencapai rekor 13,49 juta barel per hari pada Mei, sementara stok minyak naik tajam 7,7 juta barel karena penurunan ekspor. Namun, penurunan stok bensin sebesar 2,7 juta barel menunjukkan adanya permintaan yang kuat, khususnya selama musim mengemudi di AS. Inflasi yang didorong oleh kenaikan harga barang impor akibat tarif memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve akan menunda pemangkasan suku bunga hingga setidaknya Oktober.
Sementara itu, risiko geopolitik turut mewarnai pergerakan harga minyak. AS mengancam tarif sekunder 100% terhadap negara mitra dagang Rusia jika tidak ada kemajuan dalam penyelesaian perang Ukraina dalam waktu dekat. Selain itu, China diingatkan dapat dikenai tarif besar jika terus membeli minyak Rusia. Kilang India juga disebut-sebut mulai menghindari pembelian minyak dari Moskow. Bersamaan, AS meningkatkan tekanan terhadap Iran dengan menjatuhkan sanksi baru terhadap lebih dari 115 individu, entitas, dan kapal, memperketat situasi pasar energi global.