Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Robert Na Endi Jaweng, merilis Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan ORI terkait pengaduan soal pengangkatan penjabat kepala daerah (19/7/2022). ORI menemukan tiga bentuk malaadministrasi dalam pengangkatan penjabat kepala daerah, yaitu penyimpangan prosedur dalam pengangkatan penjabat, mengabaikan putusan MK, dan adanya penundaan berlarut dalam memberikan tanggapan atas permohonan informasi dan keberatan dari sejumlah lembaga seputar pengangkatan penjabat. Penyimpangan prosedur yang terjadi adalah pengangkatan yang berasal dari unsur TNI aktif, yang telah ditegaskan bahwa anggota TNI aktif hanya dapat menduduki jabatan pada 10 instansi kementerian/lembaga. Pengangkatan pada jabatan di luar instansi-instansi itu, termasuk menjadi penjabat kepala daerah, perlu merujuk secara lengkap UU TNI dan UU Aparatur Sipil Negara, terutama tentang status kedinasan.
Atas ketiga bentuk malaadministrasi tersebut, ORI meminta Mendagri melakukan tindakan koreksi, membalas surat pengaduan dan substansi keberatan dari pihak pelapor, serta memperbaiki proses pengangkatan penjabat kepala daerah dari unsur TNI aktif. Mendagri diminta menyiapkan naskah usulan pembentukan PP (peraturan pemerintah) terkait proses pengangkatan, lingkup kewenangan, evaluasi kinerja, hingga pemberhentian penjabat kepala daerah. Perartuan yang dibuat bukan sebatas Permendagri, karena sesuai dengan mandat Pasal 86 Ayat 6 UU Pemerintahan Daerah, segala hal terkait peraturan pelaksana harus dikeluarkan dalam bentuk peraturan pemerintah. ORI memberikan waktu kepada Mendagri untuk melaksanakan tindakan korektif dalam waktu 30 hari sejak diterimanya LAHP dan menyampaikan hasilnya kepada ORI.
Pemeriksaan ORI terkait pengangkatan penjabat ini merupakan tindak lanjut atas laporan sejumlah kelompok masyarakat sipil, yakni Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Indonesia Corruption Watch (ICW), serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Guru Besar IPDN Djohermansyah Djohan menuturkan, LAHP ORI menguatkan pentingnya peraturan teknis untuk pengangkatan penjabat kepala daerah. Substansi muatan aturan harus sesuai dengan putusan MK, yakni harus ada transparansi, akuntabilitas, dan memperhatikan prinsip demokrasi.