Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencatat bahwa harga minyak goreng di Indonesia tidak berbanding lurus mengikuti harga minyak sawit mentah atau CPO internasional. Deputi Kajian dan Advokasi KPPU, Taufik, mengungkapkan bahwa harga CPO internasional fluktuatif tergantung dengan pasokan dan permintaan, sementara harga minyak goreng nasional cenderung dalam tren naik dalam jangka waktu yang panjang tanpa ada penurunan. Bahkan, pada beberapa waktu terjadi penurunan dalam terhadap harga CPO internasional, namun harga minyak goreng di dalam negeri tetap dalam tren naik.
Taufik menjelaskan hal tersebut terjadi lantaran pasar minyak goreng di Indonesia terkonsentrasi atau terjadi oligopoli, yaitu hanya segelintir perusahaan yang menguasai pasar sehingga harga ditentukan oleh produsen yang dominan tersebut. Terjadinya rigiditas harga minyak goreng terhadap harga CPO yang fluktuatif juga merupakan salah satu ciri oligopoli. Selain itu, Taufik juga mengemukakan adanya akuisisi atau pengambilalihan aset perusahaan kelapa sawit yang dilakukan oleh perusahaan besar terhadap perusahaan sawit kecil. Praktik pengambilalihan aset tersebut makin memperkuat pasar oligopoli pada pasar kelapa sawit dan minyak goreng di Indonesia.
KPPU mencatat dari total prduksi 18,42 juta ton CPO, yang dikonversi menjadi minyak goreng untuk kebutuhan dalam negeri sebesar 5,7 juta kiloliter. Penggunaan paling banyak adalah untuk minyak goreng curah sebesar 2,4 juta kiloliter. penggunaan minyak goreng digunakan untuk industri sebesar 1,8 juta kiloliter, penggunaan minyak goreng premium atau yang ada di pasar modern 1,2 juta kiloliter, dan kemasan sederhana sebesar 231. 000 kiloliter.