Indonesia akan menerima pembayaran hingga US$110 juta atau Rp1,6 triliun dari Bank Dunia untuk pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) yang terverifikasi di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Pembayaran itu berdasarkan kesepakatan Emission Reduction Payment Agreement (ERPA) yang telah ditandatangani antara Pemerintah Indonesia dengan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Bank Dunia.
Pemerintah sendiri telah menerima pembayaran pertama (advance payment) sebesar US$20,9 juta atau sekitar Rp320 miliar dari program tersebut. “Program ini memberikan peluang bagi pemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor bisnis, dan masyarakat untuk bersama-sama melindungi hutan Indonesia, dan menjadi pengakuan atas keberhasilan Indonesia dalam mengurangi deforestasi dan degradasi hutan,” ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam keterangan resmi bersama dengan Bank Dunia, Selasa (8/11).
Indonesia sendiri adalah negara pertama di Kawasan Asia Timur Pasifik yang menerima pembayaran dari program FCPF. Pembayaran pertama tersebut mencakup 13,5 persen dari emisi yang dilaporkan oleh Pemerintah Indonesia pada periode monitoring 2019-2020. Pembayaran secara penuh akan diberikan setelah finalisasi verifikasi oleh pihak ketiga (auditor independen) selesai dilakukan. Pembayaran pertama tersebut akan digunakan sesuai dengan rencana yang tercantum pada Dokumen Benefit Sharing Plan (BSP) yang telah disusun oleh Pemerintah Indonesia dan disampaikan ke FCPF pada Oktober 2021 lalu. Mengacu pada dokumen tersebut, pembagian manfaat akan diberikan secara konsultatif, transparan dan partisipatif untuk memastikan bahwa semua pemangku kepentingan terkait dapat memperoleh manfaat dari pembayaran pengurangan emisi. Pembayaran akan diberikan kepada pihak-pihak yang berkontribusi pada kegiatan pengurangan emisi di Kaltim, dari level Pusat (KLHK), pusat, sampai ke level tapak (masyarakat).