Kementerian Keuangan menyatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara masih fleksibel untuk membiayai program bantuan langsung tunai (BLT) pangan bagi masyarakat miskin dan rentan. Dalam program yang mencakup BLT minyak goreng ini, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 6,9 triliun. Uang tersebut diambil dari anggaran existing di Kementerian Sosial dan dana cadangan bendahara umum negara. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menjelaskan bahwa penggunaan APBN untuk program BLT ini merupakan upaya pemerintah menjaga tingkat kemiskinan tak meningkat di tengah melonjaknya harga berbagai komoditas.
Febrio memaparkan, program BLT senilai Rp 6,15 triliun ini menyasar 20,5 juta keluarga penerima manfaat Program Keluarga Harapan. Penyaluran bantuan dilakukan melalui PT Pos dan bank Himbara. Sumber pendanaannya berasal dari dana existing Kementerian Sosial dengan mekanisme penggantian di belakang. Adapun BLT untuk pedagang kaki lima senilai Rp 0,75 triliun menyasar 2,5 juta penerima yang anggarannya diambil dari cadangan bendahara umum negara. Penyaluran BLT untuk PKL dilakukan TNI/Polri.
Rencana pemberian BLT ini sebelumnya sempat dibahas dalam rapat terbatas di Istana Merdeka pada 15 Maret lalu. Sebetulnya opsi pemberian BLT tak dipilih karena akan menambah beban anggaran negara. Namun demikian, Presiden Joko Widodo justru mengumumkan opsi BLT jadi dilakukan. Kepala Badan Pangan, Arief Prasetyo Adi, membenarkan bahwa opsi penyaluran BLT minyak goreng sempat ditolak. Namun ia menduga opsi ini akhirnya dipilih karena merupakan keputusan yang cepat bisa dilakukan untuk membantu masyarakat.Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet, menilai skema pemberian BLT memang bermanfaat untuk menjaga daya beli kelompok masyarakat miskin dan rentan. Kendati demikian, Yusuf menggarisbawahi penyaluran program BLT dan BPNT pada tahun lalu masih tidak tepat sasaran. Karena itu, ia menekankan perlunya pembenahan data terpadu kesejahteraan sosial.
