Banyak yang berpendapat, sebagai negarawan, sebaiknya presiden tidak ikut campur dalam masalah pemilihan presiden (pilpres). Namun, Presiden Jokowi dengan tegas menyatakan hal sebaliknya. Ketika bertemu dengan sekitar 25 pemimpin redaksi dan tokoh media sosial di Istana Negara, Senin (29/5), Jokowi menyatakan dengan tegas bahwa dirinya tidak akan netral. “Saya pilih cawe-cawe,” tandasnya. “Wong yang bilangnya enggak cawe-cawe itu nyatanya juga cawe-cawe. Kalau saya sih apa adanya,” lanjut Jokowi.
Pernyataan ini disampaikan beberapa kali, sembari menekankan bahwa cawe-cawe dalam masalah kepemimpinan nasional ini dalam arti positif dan tidak menggunakan kekuasaan semata. “Tegas saya nyatakan ikut cawe-cawe untuk negara ini. Saya cawe-cawe untuk kepentingan nasional,” ujarnya. Kepentingan nasional yang Jokowi maksud adalah perjalanan negara Indonesia ke depan menuju Indonesia Emas di tahun 2045. Menurut Jokowi, saat ini Indonesia masih tergolong sebagai negara berpendapatan menengah atau middle income country. Untuk mencapai peringkat sebagai negara maju, Indonesia hanya punya kesempatan selama 13 tahun sampai 2038.
Menurut Jokowi, Indonesia berpeluang besar menjadi negara maju, karena adanya bonus demografi, kondisi geopolitik yang menguntungkan posisi Indonesia, dan disrupsi teknologi yang memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk melompat perekonomiannya. Terutama dengan EV (electric vehicle) atau kendaraan listrik dan berjalannya hilirisasi di semua komoditas. “Pada tahun 2027, semua hilirisasi itu rampung. Ekonomi kita bisa melompat bila presiden terpilih nanti bisa langsung bekerja untuk melakukan akselerasi, percepatan, tanpa masa penyesuaian yang butuh waktu lama sehingga kesempatan itu hilang,” kata Jokowi.