Wajib pajak yang belum melaporkan harta hingga tahun pajak 2020 diimbau segera mengikuti program pengungkapan sukarela (PPS) alias tax amnesty jilid II. Program ini sudah dimulai sejak 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022 dan jika melewatkan kesempatan ini, bakal di beri sanksi.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan ada sanksi atau denda sampai 300% jika pengemplang pajak melewatkan kesempatan ini. Yustinus menjelaskan sanksi 300% diberikan untuk menghentikan penyidikan tindak pidana yang kasusnya sudah sampai di pengadilan. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pasal 44B. Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 bulan sejak tanggal surat permintaan. Penghentian bisa dilakukan setelah pengemplang pajak membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 3 kali jumlah kerugian pada pendapatan negara.
Denda sebesar 200% bakal dijatuhkan ketika Kementerian Keuangan menemukan harta wajib pajak yang tidak atau belum dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) usai mengikuti tax amnesty jilid II. Atas tambahan harta itu, maka dikenai pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan Pasal 4 PP 36/2017. Tarif PPh yang harus dibayar wajib pajak badan sebesar 25%, wajib pajak orang pribadi sebesar 30%, dan wajib pajak tertentu sebesar 12,5%. Rumusan sanksinya adalah tarif PP 36/2017 x nilai harta baru + sanksi UU TA 200%. Jika pernah ikut TA dan ketahuan bahwa ada harta tidak dilaporkan dengan benar, maka atas harta tersebut menjadi penghasilan, dikenai tarif pajak normal 30% dan denda 200%.