Penerapan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam dunia pekerjaan sudah makin banyak. Sekitar 42% perusahaan besar sudah mengadopsi AI di bisnis mereka. Riset yang dilakukan perusahaan teknologi IBM menemukan setidaknya ada 38% perusahaan secara aktif menggunakan AI generatif. Selain itu, satu dari lima perusahaan bahkan mengaku mereka hanya memiliki karyawan yang mampu mengoperasikan AI. Adapun, teknologi AI ini digunakan untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja, mengurangi tugas manual atau berulang, serta untuk mengotomatisasikan jawaban. Tak heran, sekitar 50% perusahaan di sektor keuangan sudah menggunakan AI. Lalu, sekitar 37% perusahaan sektor telekomunikasi juga telah mengadopsi AI dalam aktivitas sehari-hari.
Presiden Direktur IBM Indonesia Roy Kosasih mengaku Indonesia sudah mulai mengadopsi AI dalam ranah bisnis. Roy pun mengatakan langkah kecil ini mampu membuat perusahaan Indonesia mengejar ketertinggalan dari negara lain. Roy optimistis pada 2024 akan menjadi tahun Indonesia dapat mengatasi hambatan kesenjangan keterampilan dan kompleksitas data dengan kehadiran AI. Kendati demikian, riset yang sama juga menemukan bahwa sekitar 40% perusahaan di dunia masih terhambat di tahap eksplorasi dan eksperimen.
Hambatan utamanya adalah keterampilan dan keahlian AI yang terbatas (33%), kompleksitas data (25%), dan masalah etika (23%). Kemudian, adapun hambatan teknis yakni proyek AI yang terlalu sulit untuk diintegrasikan dan ditingkatkan (22%), harga tinggi (21%), dan kurangnya alat untuk pengembangan model AI (21%). Selain itu, para perusahaan juga masih khawatir pada privasi data dan transparansi data yang disajikan oleh AI. Diketahui, dari banyaknya perusahaan yang menerapkan AI, hanya setengah yang mengakui AI dapat dipercaya dan diketahui asal datanya. Lebih lanjut, 35% perusahaan bahkan mengatakan hambatan penerapan AI ini juga disebabkan oleh keterampilan untuk implementasi AI. Namun, hanya 34% di antaranya yang melatih ulang karyawan untuk bekerja dengan AI.