Pemerintah terus mengantisipasi dampak dari perlambatan ekonomi global seiring dengan berlanjutnya penyusutan surplus neraca perdagangan Indonesia. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan bahwa berlanjutnya surplus neraca perdagangan pada Februari 2024 mencerminkan posisi eksternal Indonesia masih cukup resilien di tengah gejolak perekonomian global yang masih tinggi. Tercatat, surplus neraca perdagangan pada Februari 2024 sebesar US$870 juta, turun dari surplus Januari 2024 sebesar US$2,02 miliar. Secara kumulatif pun, surplus perdagangan pada Januari-Februari 2024 tercatat hanya sebesar US$2,87 miliar, jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023 sebesar US$9,28 miliar.
“Pemerintah akan terus mengantisipasi risiko global yang ada untuk memitigasi dampaknya pada ekonomi nasional,” kata Febrio melalui keterangan resmi, dikutip Minggu (17/3/2024). Jika dirincikan, nilai ekspor Indonesia pada Februari 2024 mencapai US$19,31 miliar, turun sebesar 9,45% secara tahunan. Penurunan ini terutama bersumber dari ekspor nonmigas sebesar 10,15% secara tahunan, akibat penurunan ekspor batu bara, besi dan baja, serta minyak sawit. “Moderasi harga komoditas dan penurunan volume perdagangan global menjadi penyebab menurunnya ekspor nonmigas Indonesia,” jelas Febrio.
Di sisi lain, impor Indonesia pada Februari 2024 tercatat sebesar US$18,44 miliar, tumbuh 5,84% secara tahunan, yang didorong oleh impor nonmigas yang tumbuh 14,42% dan impor migas sebesar 23,82% secara tahunan. Dari sisi penggunaan, peningkatan impor terutama berasal dari impor barang konsumsi sebesar 36,49%, barang modal sebesar 18,52%, dan impor bahan baku/penolong sebesar 12,82% secara tahunan. Febrio mengatakan tren peningkatan impor pada awal 2024 menjadi sinyal membaiknya aktivitas ekonomi domestik.