Alarm perberasan nasional dinilai tengah berbunyi lantaran stok yang dikelola Perum Bulog berada di bawah 1 juta ton. Stok sebesar itu dianggap kurang dan sulit untuk mengintervensi pasar guna mengerem laju inflasi bahan makanan, khususnya yang bersumber dari beras. Bulog merasa kesulitan untuk menaikkan stoknya 1,2 juta ton sebab situasi harga gabah atau beras di lapangan relatif tinggi dan suplainya terbatas. Data stok beras dan pembahasan itu mengemuka dalam rapat dengar pendapat Komisi IV DPR secara hibrida, Rabu (16/11/2022). Ketua Komisi IV DPR Sudin memimpin rapat itu dan dihadiri oleh Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi serta Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso.
Per 13 November 2022, total stok beras yang dikelola Bulog mencapai 651. 437 ton. Adapun cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Bulog sebesar 516. 292 ton. Jumlah itu menurun diban- dingkan data per 14 Oktober 2022 yang mencatatkan total stok beras 730. 105 ton sedang- kan CBP 693. 812 ton.
Menurut Arief, beras merupakan salah satu kontributor tertinggi laju kenaikan indeks harga konsumsi atau inflasi. Badan Pangan Nasional mendata, kenaikan harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani dan beras medium di tingkat konsumen sejak Juli 2022 telah mencapai 15,7 persen dan 4,26 persen. Perspektif pasar ialah stok (yang dikelola) Bulog berada di bawah 1 juta ton menandakan bahaya. Adapun stok beras total nasional saat ini berkisar 6,6 juta ton. Angka itu sudah termasuk stok yang dikelola Bulog. Mayoritas stok beras nasional, yakni sekitar 3,38 juta ton, berada di rumah tangga penduduk berdasarkan BPS. Sementara kebutuhan beras nasional mencapai sekitar 2,5 juta ton per bulan.
Sekretaris Menteri Negara Pangan 1993-1999, Sapuan Gafar, menilai, stok cadangan beras nasional (CBN) sebanyak 6,6 juta ton itu riskan untuk mengharap harganya tidak naik pada akhir Desember. Stok CBN pada awal November idealnya lebih dari 8,5 juta ton. Panen memang akan terjadi di sejumlah daerah, seperti Sragen, Ngawi, Madiun, Kudus, dan Pemalang. Namun, kata Sapuan, jumlahnya tidak cukup signifikan untuk meredam harga.
Menurut anggota Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bayu Krisnamurthi, perberasan nasional dalam situasi sulit. Pengadaan beras dari produksi dalam negeri sulit optimal di akhir tahun karena panen berkurang dan mayoritas petani sudah memasuki masa tanam. Biasanya, mayoritas penyerapan gabah/beras di dalam negeri berasal dari momen panen ra- ya, yakni biasa teijadi pada Maret hingga Juni. Sementara untuk mengimpor beras, membutuhkan waktu setidaknya 2,5 bulan dari penetapan keputusan. Butuh waktu mulai dari persiapan hingga pengiriman barang. Di sisi lain, inflasi pangan dalam negeri cenderung meningkat. Di tengah tekanan perlambatan global, Bayu berpendapat, Indonesia perlu berdiplomasi, misalnya dengan Thailand dan Vietnam karena berada dalam ASEAN. Indonesia juga dapat berdiplomasi dengan India di tengah pertemuan G20. Anggota Komisi IV DPR, Sutrisno, mengkhawatirkan harga pangan ke depan akan meningkat karena kenaikan harga energi dan transportasi. Jangan lalai sehingga kita nanti kekurangan pangan.