Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara setelah Badan Anggaran (Banggar) DPR menyoroti laju pertumbuhan utang pemerintah yang lebih pesat dari pertumbuhan aset. Hal ini membuat rasio utang terhadap aset pemerintah terus meningkat. “Aset di dalam neraca kita tidak akan mungkin larinya secepat yang lainnya,” kata dia dalam Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI, Selasa (29/8/2023). Tercatat aset pemerintah sebesar Rp 12.325,5 triliun pada 2022 meningkat 7,6 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 11.454,6 triliun. Sementara itu, kewajiban utang pemerintah meningkat sebesar 18,33 persen secara tahunan menjadi Rp 8.920,6 triliun.
Menurut bendahara negara, pertumbuhan aset yang tidak bisa sepesat utang disebabkan oleh beberapa aspek. Pertama dari besarnya pagu anggaran belanja daerah, yakni mencapai sepertiga belanja negara. Sementara belanja daerah sendiri tidak dicatatkan dalam bentuk perubahan aset pemerintah pusat. Kemudian terdapat juga belanja negara yang seluruhnya tidak berbentuk aset, yakni belanja untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Belanja ini biasanya dialokasikan untuk pendidikan dan kesehatan. Meskipun neraca aset tidak meningkat, Sri Mulyani mengatakan belanja untuk peningkatan kualitas SDM menjadi penting dan menghasilkan output dalam bentuk perbaikan kualitas hidup masyarakat. Seperti pengentasan stunting, kemisikinan, hingga kualitas pendidikan yang lebih baik. “Inilah yang menyebabkan bahwa dalam membaca neraca negara tidak sama dengan membaca neraca perusahaan,” ucap Sri Mulyani.
Sebelumnya, dalam rapat tersebut Ketua Banggar DPR Said Abdullah menyebutkan, rasio utang terhadap aset negara terus meningkat selama 4 tahun terakhir. Padahal, pemerintah telah melakukan penilaian kembali atau revaluasi aset pada 2018. “Laju pertumbuhan aset dibanding dengan utang mulai menunjukkan tren yang kurang menggembirakan,” kata dia. Lebih lanjut Said menjabarkan, pada 2019 rasio utang terhadap aset negara sebesar 45,65 persen, kemudian meningkat menjadi 54,73 persen pada 2020, lalu menjadi 60,3 persen pada 2021, dan teranyar menjadi 62,7 persen pada 2022.