Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati buka-bukaan soal penyebab beberapa perusahaan milik negara keuangannya terindikasi sekarat dan terus merugi sehingga disebut BUMN sakit. Kata Sri Mulyani, ada dua penyebab utama kenapa beberapa BUMN kinerja keuangannya terus merugi. Faktor pertama adalah karena tata kelola manajemennya yang kurang baik. Faktor kedua yakni karena beberapa bisnis yang dijalankan sebagian perusahaan BUMN sudah tidak strategis. Di sisi lain, manajemen malah terlambat melakukan transformasi bisnisnya.
Perusahaan-perusahaan pelat merah yang kondisi keuangannya sudah sakit parah, bisa dibilang sudah sulit diselamatkan. Bila tetap dipertahankan, justru membebani APBN, terlebih kontribusinya juga minim untuk mendukung pembangunan ekonomi. “Maka, dalam hal ini tidak harus dimiliki pemerintah, atau bahkan seharusnya bisa ditutup dan likuidasi,” beber Sri Mulyani. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyebut, pemerintah sudah lama melakukan klasterisasi pengelolaan BUMN sesuai dengan kinerja dan kepentingan dalam menjalankan penugasan atau mandat pembangunan. Klasterisasi yang telah disusun bersama Kementerian BUMN ini mencakup empat kuadran.
Terdiri dari kuadran 2, yakni strategic value and welfare creator alias BUMN yang menjalankan mandat pemerintah dan memiliki kinerja keuangan yang baik. Lalu, kuadran 1 yakni strategic value alias BUMN yang menjalankan mandat pemerintah, tetapi kinerja keuangannya kurang bagus. Kemudian, kuadran 4 yakni surplus creator alias BUMN dengan sedikit mandat dari pemerintah, tetapi memiliki kinerja keuangan yang baik. Serta terakhir, kuadran 3 yakni non-core, alias BUMN dengan mandat dan kinerja keuangan yang rendah. Secara khusus, Sri Mulyani bilang, BUMN di klaster non-core seharusnya ditutup atau dilikuidasi. Kementerian Badan Usaha Milik Negara berencana melanjutkan pembubaran perusahaan sebagai upaya restrukturisasi. Upaya ini bisa menjadi salah satu sentimen positif yang meningkatkan valuasi saham BUMN yang masih terpuruk.