Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah pada akhir Mei 2023 mencapai Rp7.787,51 triliun. Jumlah utang tersebut turun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai Rp7.849,89 triliun. Dengan demikian, rasio utang pemerintah terhadap PDB mengalami penurunan dari 38,15 persen pada April 2023 menjadi 37,85 persen. “Baik secara nominal maupun rasio, posisi utang mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.” tulis Kemenkeu dalam Buku APBN Kita Edisi Juni 2023, dikutip Minggu (2/7/2023).
Penurunan jumlah utang tersebut dipengaruhi oleh mutasi pembiayaan baik dari instrumen pinjaman maupun Surat Berharga Negara (SBN), di mana pembayaran cicilan pokok utang pada bulan Mei lebih besar dari pada pengadaan/penerbitan utang baru. Kemenkeu menjelaskan bahwa rasio utang pemerintah terhadap PDB per akhir bulan Mei 2023 berada di batas aman, masih jauh di bawah 60 persen dari PDB, serta masih sesuai dengan strategi pengelolaan utang jangka menengah tahun 2023-2026 di kisaran 40 persen. Per akhir Mei 2023, komposisi utang pemerintah didominasi oleh utang domestik, yaitu sebesar 72,15 persen. Sementara berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah mayoritas berupa SBN yang mencapai 89,04 persen.
Pemerintah menyatakan akan senantiasa melakukan pengelolaan utang secara hati-hati dengan risiko yang terkendali melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo. Dalam hal ini, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan tenor menengah panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif hingga Mei 2023. Lebih lanjut, guna meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang, pemerintah menyatakan akan terus berupaya mendukung terbentuknya pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid. Salah satu strateginya adalah melalui pengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk pula pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDGs (SDG Bond dan Blue Bond).