Komisi I DPR dan pemerintah sepakat untuk membawa Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) untuk dimintai persetujuan pengesahan menjadi undang-undang. Hal itu dicapai dalam Rapat Kerja Komisi I DPR dengan Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi, dan perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM (22/11/2023).
Abdul Kharis Almasyhari, yang juga menjabat Ketua Panja RUU ITE dari Komisi I DPR, menjelaskan, terdapat 24 poin revisi yang telah dilakukan. Perubahan di antaranya dilakukan pada Pasal 27 Ayat (1) mengenai aturan kesusilaan, Pasal 27 Ayat (2) tentang perjudian, Pasal 28 Ayat (1) mengenai pemberitahuan bohong, serta Pasal 28 Ayat (2) tentang ujaran kebencian berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental dan fisik. Pembahasan RUU ITE juga memasukkan sejumlah ketentuan tambahan, di antaranya larangan pada setiap orang untuk menentang kehormatan atau nama baik orang lain pada Pasal 27a, dan larangan untuk mendistribusikan atau mentransmisikan informasi yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum sebagaimana dimasukkan pada Pasal 27b. ketentuan juga dilakukan untuk menambah kewenangan pemerintah dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Pada Pasal 40g Ayat (2b), Ayat (2c), dan Ayat (2d) disebutkan, pemerintah berwenang dan/atau memerintahkan penyelenggara sistem elektronik (PSE) untuk memutuskan akses terhadap informasi atau dokumen elektronik yang melanggar hukum, pornografi, dan perjudian. Pemerintah juga berwenang memoderasi konten yang berbahaya bagi keselamatan nyawa atau kesehatan individu atau masyarakat.
Kepala Divisi Kebebasan Berpendapat Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Nenden Sekar Arum, menyayangkan pembahasan RUU ITE yang selama ini tertutup. Adib Asfar dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sepakat, publik masih harus skeptis pada RUU ITE karena masih mempertahankan pasal-pasal yang selama ini mendominasi pemidanaan UU ITE. Selain itu, pemberian kewenangan tambahan kepada pemerintah dan PPNS untuk memutus akses dan memerintahkan PSE untuk memutuskan akses terkait muatan tertentu juga bertentangan dengan semangat demokrasi.