Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas menegaskan pada Sabtu (22/3/2025) kalau gerakan tersebut tidak bermaksud untuk memerintah Jalur Gaza. Hamas menekankan, pihaknya justru mendorong agar Gaza dipimpin oleh ‘Persatuan Nasional’ yang terdiri dari berbagai elemen dan entitas Palestina. Dalam pernyataan pers, juru bicara Hamas Abdel Latif al-Qanou menyatakan kalau gerakan tersebut “siap untuk melaksanakan pengaturan apa pun (pemerintahan di Gaza) yang disetujui secara nasional, dan tidak tertarik untuk menjadi bagian dari pengaturan tersebut.”
Al-Qanou menegaskan kalau Hamas telah sepakat untuk membentuk komite pendukung masyarakat di Gaza, yang tidak akan mencakup perwakilan dari gerakan tersebut. Dia menekankan kalau, “Hamas tidak bercita-cita untuk mengatur sektor tersebut, tetapi berfokus pada pencapaian konsensus nasional dan mematuhi hasilnya.” Terkait negosiasi gencatan senjata dengan Israel, al-Qanou menjelaskan bahwa Hamas tengah mendiskusikan usulan utusan Amerika Serikat (AS) Steve Hanke, beserta sejumlah ide lainnya.
Pernyataan Hamas yang menyebut tidak tertarik memerintah di Gaza pasca-perang terjadi saat Israel makin membabi-buta melakukan bombardemen di wilayah kantung Palestina tersebut. Atas hal itu, Al-Qanou menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai penghambat utama pelaksanaan kesepakatan gencatan senjata yang sedang berlangsung. Ia menambahkan kalau dimulainya kembali operasi militer Israel di Gaza terjadi “dengan dukungan dari pemerintah AS,”. Atas hal itu, Hamas mendesak Washington untuk menghindari berpihak pada satu pihak dalam konflik tersebut dan menekan Israel untuk melanjutkan perjanjian gencatan senjata.