Dosen Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, menilai, perdebatan yang mempertanyakan kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai legislator positif (positive legislator) ataupun putusan yang melebihi tuntutan (ultra petita) sudah usang. Resistensi parpol seharusnya tak perlu terjadi jika DPR dan parpol memahami perubahan MK di banyak negara, termasuk Indonesia. Zainal mendesak DPR dan parpol untuk menghentikan polemik yang mempertanyakan kewenangan MK yang memutus perkara pemilu itu.
Menurut Zainal, perdebatan yang cenderung ”menyerang” MK itu disinyalir merupakan upaya untuk melemahkan institusi MK. Zainal mensinyalir, penolakan DPR dan sejumlah parpol karena putusan MK itu mengganggu rencana untuk mengubah pilkada langsung menjadi pilkada melalui DPRD.
Pengajar Hukum Tata Negara di Universitas Andalas, Feri Amsari, pun mengingatkan bahwa MK sudah menjadi legislator positif. Pengajar Hukum Tata Negara di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menambahkan, secara fundamental, tidak ada kekeliruan yang dibuat oleh MK dalam memutus perkara pemilu. Bvitri khawatir DPR dan pemerintah yang tidak suka dengan putusan tersebut akan menyalahgunakan wewenangnya untuk melemahkan MK. Pembentuk UU dapat merevisi UU MK dan mengubah aturan menjadi menguntungkan mereka.