Proyek lumbung pangan di Kalimantan Tengah disiapkan untuk menjawab kebutuhan pangan nasional dan lokal. Namun, temuan di lapangan menunjukkan berbagai persoalan yang dihadapi proyek strategis nasional ini sehingga menjadi sumber masalah baru.
Sejumlah temuan Kompas di lapangan pada 15-28 Juli 2022 itu mulai dari lahan singkong yang tak terurus di Desa Tawai Baru, Kabupaten Gunung Mas, hingga bantuan pupuk dan kapur dolomit yang dibiarkan menumpuk di pinggir jalan di lokasi cetak sawah baru di sejumlah desa di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas. Ketiga kabupaten ini merupakan lokasi pengembangan food estate.
Untuk lokasi di Gunung Mas dikelola Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dengan komoditas singkong. Sementara Pulang Pisau dan Kapuas dikelola Kementerian Pertanian (Kementan) dengan komoditas padi. Penanaman singkong di Gunung Mas membuka hutan dan perkebunan masyarakat hingga 31.000 hektar (ha). Sekitar 600 ha lahan telah dibuka dan ditanami sejak Maret 2021.
Siti Maimunah, dosen dan peneliti dari Institut Pertanian Yogyakarta, di Palangkaraya, mengatakan, lokasi tersebut sebenamya tidak cocok untuk tanaman pangan karena tanah berpasir, cocoknya untuk konservasi, kalau untuk tanaman tidak memberikan hasil.
Di sisi lain, terdapat lima desa yang menolak pembukaan lahan untuk food estate singkong karena sekitar 2.000 ha dari 31.000 ha lahan yang akan dibuka berupa kebun, bahkan rumah warga. Padahal lahan 2.000 ha tersebut sudah ada izin pelepasan dari KLHK. Namun, pada 2020, ketika lahan akan dikerjakan, bupati menginfokan sebagian lahan tersebut sudah dikelola masyarakat dan ada yang bersertifikat.
Sementara itu intensifikasi dengan tiga kali penanaman dalam setahun di Belanti Siam dan Gadabung, Pulang Pisau, tak bisa berjalan. Kementan beralasan mayoritas lahan petani itu terdampak perubahan iklim ekstrem.