Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Y Taryono, dalam ”Evaluasi Kinerja DPR Masa Sidang I Tahun 2022-2023” (27/10), mengatakan, keberhasilan DPR pada masa sidang lalu yang mampu menuntaskan 11 RUU, dengan di antaranya tiga RUU prioritas, ternyata gagal dipertahankan pada Masa Sidang I Tahun 2022-2023. Pada Masa Sidang I, DPR hanya menuntaskan satu RUU prioritas, yakni RUU Perlindungan Data Pribadi. Sisa masa sidang sampai tahun 2022 hanya tinggal satu kali lagi. Padahal, beban RUU yang masih tertunggak berjumlah 27 RUU. Belum lagi, intensitas jelang tahun politik sudah semakin menyita waktu anggota DPR. Artinya, peluang untuk menuntaskan 27 RUU semakin sulit tercapai.
Menurut Taryono, selama Masa Sidang I, DPR justru menunjukkan sikap arogan yang tampak pada pemberhentian hakim konstitusi Aswanto dan penetapan Sekjen MK Guntur Hamzah pada Rapat Paripurna DPR, 29 September 2022. Sikap DPR yang memberhentikan Aswanto adalah tindakan inkonstitusional dan melanggar UU. Tugas DPR hanya mengajukan calon hakim konstitusi dan hakim agung. Pemberhentian Aswanto harus sesuai dengan aturan, mulai dari alasan meninggal dunia, habis masa jabatan, terjerat pidana, hingga mangkir dari tugas-tugasnya.
Permasalahan lainnya muncul dalam Rapat Paripurna DPR, 4 Oktober 2022. DPR mengesahkan putusan Komisi III DPR terkait dengan pencabutan persetujuan Hakim Agung Sudrajad Dimyati karena yang bersangkutan menerima suap dalam penanganan kasasi perkara perdata. Sikap seperti ini menunjukkan bahwa DPR cuci tangan atas ketidakcermatannya dalam menyeleksi calon hakim agung.