Saatnya UMKM Memiliki Merek Produknya

SETIAP orang akan mengasosiasikan produk apapun dengan merek. Banyak produk seperti makanan, minuman, pakaian, kebutuhan rumah tangga, bahkan kendaraan bermotor diminati dan dipilih konsumen berdasarkan mereknya.

Merek adalah daya pembeda, juga pembeda kualitas satu produk barang dan jasa dengan produk lainnya.

Tulisan ini saya buat sebagai bahan kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPKM) Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran bagi siswa SMK di Garut Jawa Barat. Materi ini saya bagikan kepada pembaca Kompas.com untuk manfaat yang lebih luas.

Menurut UU No. 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, merek diartikan sebagai tanda yang dapat ditampilkan secara grafis, berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna. Merek saat ini bisa berwujud dua dimensi, bahkan tiga dimensi.

Merek juga bisa berbentuk suara (voice mark), hologram, atau kombinasi dari dua atau lebih unsur tersebut.

Pada intinya, sistem merek sebagai bagian dari kekayaan intelektual, berfungsi untuk membedakan barang atau jasa yang diproduksi dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.

Kenapa UMKM perlu merek? Sederhana saja, karena produk hanya akan bisa berkembang jika ia memiliki merek.

Sebagai contoh industri sepatu perlu merek untuk sepatu yang diproduksinya. Restoran juga perlu merek. Produk pakaian, makanan, dll, perlu merek.

Jika tidak memiliki merek, maka akan menyulitkan konsumen untuk memilih dan membedakan satu produk dengan produk lainnya.

Pelaku UMKM juga perlu memahami, merek tidak hanya dapat membuat pelaku usaha mandiri, tetapi juga bisa mendorong bisnisnya lebih berkembang.

Hal yang pantang dilakukan UMKM atau siapapun adalah jangan sekali-kali menggunakan merek milik orang lain tanpa izin dengan maksud mendompleng ketenaran agar produknya laris manis.

Tindakan ini akan berakibat fatal. Produknya tak bisa berkembang karena terlibat kasus pembajakan merek.

Oleh karena itu, buatlah merek dan daftarkan di Direkorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham RI.

Dengan memiliki merek sendiri, UMKM akan mandiri dengan produknya. Juga bisa berkembang dan melakukan ekspansi bisnisnya.

Sebagai contoh warung makan tradisional yang laris dan terkenal bisa mengembangkan bisnis waralaba dengan membuka banyak warung lainnya, jika memiliki merek. Tanpa merek hal itu tentu saja tidak mungkin bisa dilakukan.

Merek juga identik dengan kualitas produk dan pelindungan konsumen. Konsumen akan memilih produk yang diyakini berkualitas, berdasarkan mereknya.

Oleh karena itu, jika terjadi pembajakan merek, dalam arti produk bermerek yang sudah dikenal kualitasnya, kemudian dibajak oleh produsen lain, maka yang pertama kali dirugikan tentu produsen asli dan pemilik mereknya, karena pasarnya terganggu.

Tidak sampai di situ, pihak lain yang dirugikan adalah konsumen. Banyak konsumen yang “tertipu” karena membeli barang palsu yang kualitasnya tidak sama dengan asli, bahkan dapat membahayakan penggunanya.

Tatkala pemalsuan merek terjadi pada produk obat-obatan, kosmetik dan produk yang terkait keselamatan penggunanya, maka akibat lebih fatal bisa menimpa konsumennya.

Undang-undang Merek dan Indikasi Geografis, adalah instrumen hukum transformatif untuk memacu pertumbuhan bisnis, menumbuhkan kepercayaan internasional, menciptakan persaingan sehat, mendorong kemandirian, sekaligus melindungi konsumen.

Mengingat dampak pelanggaran merek, maka UU Merek dan Indikasi Geografis, memberikan ancaman ganti rugi perdata sekaligus sanksi pidana bagi pelanggarnya. Sanksi pidana diatur pada pasal 100 ayat (1) dan ayat (2) UU tersebut.

Sudah saatnya UMKM lebih intens mendaftarkan merek atas produk yang dibuatnya agar lebih mandiri dan mampu meningkatkan terus performa bisnisnya.

Buatlah merek semenarik mungkin dan berwawasan jauh ke depan agar bisa menjawab kebutuhan bisnis masa depan.

Tentu saja, sekali lagi, hal yang perlu diperhatikan adalah jangan tergoda menggunakan merek orang lain secara ilegal.

Bukan keuntungan yang bakal diperoleh, tetapi justru sebaliknya, pelaku akan berhadapan dengan masalah besar, termasuk persoalan hukum.

Search