Amerika Serikat pada Kamis (18/4/2024) menggagalkan upaya Palestina yang telah lama diluncurkan untuk menjadi anggota penuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Di sidang DK PBB di New York, mereka memveto resolusi yang merekomendasikan kepada Majelis Umum PBB agar Negara Palestina diterima sebagai anggota PBB tersebut. Padahal di luar ada tekanan internasional yang meningkat atas terjadinya krisis kemanusiaan di Jalur Gaza. Meski demikian, langkah yang diambil oleh sekutu utama Israel ini sudah diperkirakan sebelumnya. Rancangan resolusi yang diperkenalkan oleh Aljazair itu mendapat 12 suara setuju, dua abstain, yakni dari Inggris dan Swiss, dan satu menolak.
Kantor pemimpin Palestina Mahmud Abbas menganggap veto AS sebagai “agresi terang-terangan”. “Kebijakan AS merupakan agresi terang-terangan terhadap hukum internasional dan dorongan untuk melanjutkan perang genosida terhadap rakyat kami… yang mendorong wilayah ini semakin jauh ke tepi jurang,” kata kantor pemimpin Palestina Mahmud Abbas dalam sebuah pernyataan. Rancangan resolusi tersebut menyerukan untuk mengubah status Negara Palestina jadi negara pengamat non-anggota menjadi anggota penuh PBB. Palestina sendiri menyandang status sebagai negara pengamat non-anggota PBB sejak 2012.
Kecaman terhadap keputusan AS memveto rancangan resolusi soal keanggotaan penuh Palestina di PBB datang juga dari pihak lain. Wakil tetap baru China untuk PBB, selaku Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, Fu Cong, menyebut kegagalan upaya Palestina menjadi negara anggota penuh di PBB kali ini sebagai “hari yang menyedihkan”. Dia mengatakan, veto AS sangat mengecewakan. Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres melukiskan gambaran kelam tentang situasi di Timur Tengah, dengan mengatakan bahwa wilayah itu “berada di tepi jurang.” “Beberapa hari terakhir ini telah terjadi eskalasi yang berbahaya -dalam kata-kata dan perbuatan,” kata Guterres.