Terbengkalainya pembahasan revisi UU ITE dan RUU lain yang dibutuhkan publik mencerminkan pembentuk UU cenderung hanya menjadikan RUU itu sebatas komoditas politik untuk menarik simpati publik. Setidaknya ada tiga rancangan undang-undang (RUU) yang pembahasannya kini mengkrak di DPR. RUU itu adalah revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP). Revisi UU ITE dan RUU PDP merupakan inisiatif pemerintah, sedangkan RUU TPKS merupakan inisiatif DPR. Ketiganya sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2022.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai, ada kecenderungan pembahasan RUU yang dibutuhkan oleh publik hanya menjadi komoditas politik DPR dan pemerintah. Selama ini pembuat UU sering kali mengatakan keberpihakan dan keprihatinan kepada masyarakat dan ingin memberikan payung hukum yang kuat. Namun, di saat bersamaan, mereka terus menunda-nunda pembahasan.
Hal itu berbeda saat pembahasan UU yang dibutuhkan oleh pemerintah ataupun DPR, seperti UU Ibu Kota Negara dan UU Cipta Kerja. Keduanya bisa sangat cepat dituntaskan sekalipun memiliki banyak kerumitan substansi dan proses pembahasannya.