Rupiah Kian Terpuruk karena Kekhawatiran Defisit Transaksi Berjalan Melebar

Kombinasi faktor eksternal dan internal membuat nilai tukar rupiah terus terpuruk. Meningkatnya risiko itu membuat para pelaku pasar melakukan penyesuaian portofolio dengan mengalihkan investasinya ke aset-aset save haven seperti dollar Amerika Serikat (AS) yang lebih aman. Mencermati pergerakan rupiah yang dalam beberapa hari terakhir terus terdepresiasi, otoritas moneter yaitu Bank Indonesia (BI) diminta mengambil kebijak yang lebih agresif untuk mencegah rupiah tidak jatuh ke level yang lebih dalam. Pada pembukaan perdagangan Rabu (3/4) pagi, rupiah tergelincir 36 poin atau 0,22 persen ke level 15.933 per dollar AS dari sebelumnya di level 15.897 per dollar AS.

Ekonom Bank Mandiri, Reny Eka Putri, mengatakan pelaku pasar melakukan aksi ambil untung menjelang Hari Raya Idul Fitri 2024 sehingga mempengaruhi volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. “Keluarnya modal asing dari pasar dalam negeri juga menjadi penyebab pelemahan rupiah,” kata Reny. Sentimen dalam negeri, katanya, turut mempengaruhi pelemahan rupiah saat ini. Depresiasi rupiah dari sisi domestik antara lain dipengaruhi oleh repatriasi dividen pada kuartal I-2024 yang cenderung meningkatkan permintaan dollar AS. Tercatat total net capital outflow dari pasar saham dan obligasi dalam negeri mencapai 27,9 triliun rupiah month to date (mtd) atau 6,6 triliun rupiah secara year to date (ytd).

Dari dalam negeri terdapat kekhawatiran akan melebarnya Defisit Neraca Transaksi Berjalan pada tahun 2024 menjadi -1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dari sebelumnya -0,11 persen PDB. Hal itu, terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja ekspor akibat melemahnya perekonomian global. Dari eksternal, dia melihat ketidakpastian perekonomian global mendorong aliran dana ke aset safe haven seperti dollar AS dan emas sehingga turut berdampak pada volatilitas rupiah saat ini.

Search