Hampir semua mata uang global mulai dari euro, yen Jepang, dan yuan Tiongkok, telah merosot dalam beberapa pekan terakhir. Kenaikan suku bunga dan prospek ekonomi yang relatif cerah di Amerika Serikat (AS) dikombinasikan dengan gejolak ekonomi global telah membuat investasi dalam dollar sangat menarik. Investor global telah bergegas memborong dollar AS, sebagai safe haven tradisional, karena kenaikan suku bunga yang agresif oleh bank sentral AS, Federal Reserve, yang memicu pesimisme tentang prospek ekonomi global, sehingga mengangkat mata uang ke tertinggi multidekade terhadap mata uang utama lainnya.
Pengamat Ekonomi dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Teuku Riefky, mengatakan tren depresiasi terhadap dollar AS hampir terjadi pada semua mata uang termasuk rupiah. Depresiasinya memang berbeda-beda antara satu negara dengan negara lain. Rupiah sendiri, depresiasinya relatif tidak terlalu buruk dibandingkan dengan negara negara lain seperti Inggris dan negara-negara di Eropa yang menggunakan euro. Namun demikian, pemerintah harus memikirkan kalau depresiasi rupiah akan mempengaruhi harga impor yang semakin mahal. “Kalau dilihat dari profil impor 90 persen impor kita itu terdiri dari bahan baku dan barang modal sehingga dampaknya kemudian ongkos produksi dalam negeri akan semakin mahal,” kata Riefky.
Sementara Direktur Celios, Bhima Yudisthira, mengatakan pemerintah dan Bank Sentral perlu mewaspadai penguatan dollar AS karena dollar indeks sudah menyentuh 113 dan trennya terus meningkat atau naik 17 persen secara year to date. Menguatnya dollar AS terhadap hampir seluruh mata uang yang ada di dunia itu karena normalisasi kebijakan moneter dan juga kenaikan inflasi yang terjadi di negara-negara maju, kemudian krisis energi yang terjadi di Eropa. Menurut Bhima, dampaknya nanti kepada meningkatnya inflasi di dalam negeri kalau rupiahnya terus melemah dan ini akan menciptakan imported inflation atau inflasi karena biaya impor menjadi lebih tinggi, keluarnya arus modal asing terutama di pasar surat utang karena investor mencari instrumen yang lebih aman.