Kementerian Keuangan resmi menerapkan pajak rokok eletrik 10% dari cukai hasil tembakau (CHT) rokok elektronik 15% per 1 Januari 2024. Penerapan tarif baru ini menyebabkan kenaikan signifikan pada harga jual eceran (HJE). Jika merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 143/2023 tentang Tata Cara Pemungutan, Pemotongan dan Penyetoran Pajak Rokok, tujuan dari pengenaan pajak rokok eletrik yakni mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Sebab, pemerintah menilai dalam jangka panjang, penggunaan rokok elektrik berindikasi mempengaruhi kesehatan dan bahan yang terkandung dalam rokok elektrik termasuk dalam barang konsumsi yang perlu dikendalikan. Nantinya, sesuai dengan beleid yang berlaku, paling sedikit 50% dari penerimaan pajak rokok ini diatur penggunaannya (earmarked) untuk pelayanan kesehatan masyarakat (Jamkesnas) dan penegakan hukum yang pada akhirnya mendukung pelayanan publik yang lebih baik di daerah.
“Penerimaan Pajak Rokok bagian pemerintah daerah provinsi dan bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% digunakan untuk mendanai pelayanan kesehatan untuk masyarakat dan penegakan hukum,” tulis Pasal 37 beleid tersebut. Untuk diketahui, sepanjang 2023, Bendahara Negara mencatat penerimaan cukai rokok elektrik hanya sebesar Rp1,75 triliun atau 1% dari total penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam setahun. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 143/2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Rokok Elektrik dan Hasill Pengolahan Tembakau lainnya, berikut daftar harga jual terbarunya. Namun, harga jual ini belum termasuk pengenaan pajak 10%.