Kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi berpotensi menekan daya beli masyarakat lapisan terbawah sehingga dapat memicu kenaikan angka kemiskinan. Namun, apabila harga BBM bersubsidi dipertahankan, anggaran subsidi energi harus ditambah yang berdampak menghambat langkah terwujudnya konsolidasi fiskal untuk jangka menengah panjang. Pemerintah saat ini dihadapkan kepada dua pilihan, yakni menambah alokasi anggaran subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp 195,6 triliun untuk menahan harga BBM bersubsidi atau menaikkan harga biosolar dan pertalite untuk menjaga ruang fiskal.
Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro, mengkalkulasi kenaikan harga pertalite dan biosolar masing-masing sebesar Rp 2.850 per liter cukup untuk mengompensasi kebutuhan anggaran BBM bersubsidi hingga akhir tahun. Kendati demikian, menaikkan harga pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.500 per liter serta menaikkan harga biosolar dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 8.000 per liter bisa berdampak pada terkereknya inflasi ke level 6,8-7,2 persen tahun ini. Kenaikan harga BBM bersubsidi dapat memberikan efek lanjutan pada kenaikan harga bahan pangan, bahan bangunan, dan transportasi. Setiap ada inflasi, yang paling terkena imbasnya adalah masyarakat kelas menengah ke bawah karena porsi bahan pangan dalam konsumsi mereka paling besar.