Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) telah menyusun upaya sistematis dalam menangani indikasi kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol mengatakan kawasan ini merupakan jantung keanekaragaman hayati laut dunia dan tergolong sebagai Kawasan Strategis Nasional Konservasi (KSKK) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Raja Ampat. Menurut Hanif, Raja Ampat merupakan kawasan yang sangat istimewa. Lautannya merupakan pusat dari segitiga karang dunia dengan lebih dari 553 spesies karang (75 persen dari seluruh spesies dunia), 1.070 spesies ikan karang, dan 699 jenis moluska. Di darat, kata dia, terdapat 874 spesies tumbuhan (9 endemik), 114 spesies herpetofauna (5 endemik), 47 spesies mamalia (1 endemik), dan 274 spesies burung (6 endemik). “Potensi wisata alamnya luar biasa dan telah menjadi tujuan wisata kelas dunia.” Namun, terdapat kegiatan pertambangan nikel yang mengancam ekosistem Raja Ampat. Tim KLH/BPLH, menurut dia, telah melakukan pengawasan langsung pada 26–31 Mei 2025 di empat perusahaan, yaitu PT GN, PT ASP, PT KSM, dan PT MRP.
PT GN berkegiatan di Pulau Gag yang seluruhnya masuk dalam kawasan hutan lindung dan termasuk kategori pulau kecil. “Persetujuan lingkungannya akan ditinjau kembali dan KLH/BPLH akan memerintahkan pemulihan atas dampak ekologis yang terjadi,” kata dia. Sementara PT ASP beroperasi di Pulau Manuran dan Waigeo. Hanif menyebutkan ditemukan adanya pencemaran akibat settling pond yang jebol dan kegiatan di kawasan suaka alam. “KLH/BPLH akan memerintahkan peninjauan ulang izin lingkungan dan melakukan penegakan hukum pidana serta gugatan perdata,” ucapnya. Adapun PT KSM melakukan kegiatan di Pulau Kawe, pulau kecil yang berada di kawasan hutan produksi. Pengawas menemukan kegiatan di luar izin kawasan. “Izin lingkungan akan ditinjau kembali dan proses hukum akan dilakukan atas pelanggaran kehutanan.” Untuk PT MRP, kata Hanif, menjalankan eksplorasi di Pulau Manyaifun dan Batang Pele tanpa dokumen lingkungan dan tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). “Kegiatannya dihentikan dan langkah hukum akan ditempuh. KLH/BPLH juga akan menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Papua Barat Daya berbasis Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang menempatkan perlindungan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai prioritas,” ucapnya.
Hanif menyebutkan penanganan ini berlandaskan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Menurut dia, Raja Ampat adalah simbol kekayaan alam Indonesia serta dunia, dan menjaganya adalah tanggung jawab bersama. “KLH/BPLH memastikan bahwa seluruh izin dan aktivitas usaha harus selaras dengan perlindungan ekosistem serta hukum yang berlaku.”