Pemerintah menargetkan ada tambahan 69,5 gigawatt (GW) kapasitas pembangkit listrik hingga 2034. Di mana, 76 persennya direncanakan berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT). Rencana penambahan ini ditetapkan melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034. Termasuk di dalamnya ada pembangkit energi tenaga nuklir. “RUPTL telah disahkan dua bulan yang lalu, yang mana RUPTL 2025-2034 ini adalah RUPTL paling hijau dalam sejarah ketenagalistrikan Indonesia, menunjukkan komitmen kepada transisi energi,” ujar Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN Suroso Isnandar dalam acara peluncuran Electricity Connect 2025 di Hotel Tribrata Jakarta, Selasa (7/10).
Menurutnya, saat ini pembangkit utama di sektor ketenagalistrikan masih berasal dari fosil atau energi kotor sehingga ada tekanan kuat untuk melakukan transisi energi. Namun, ia berkata perpindahan dari energi berbasis fosil ke EBT tentu tidak mudah. Hal itu karena seluruh perencanaan maupun pelaksanaan program ke depan harus berbelok 180 derajat. Kebijakan penggunaan energi berbasis fosil yang sangat ekonomis harus beralih harus dialihkan ke energi baru dan terbarukan. Namun, hal tersebut berhasil diubah di dalam RUPTL 10 tahun ke depan. Dengan demikian, dominasi energi batu bara dapat dibuah. Saat ini, porsi batu bara dalam bauran energi nasional 66 persen, sedangkan EBT 14 persen.