Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dikritik. DPR RI dan pemerintah sebagai perumus regulasi mengajak seluruh elemen masyarakat dalam melakukan revisi. “Mendesak pemerintah dan DPR melibatkan masyarakat secara bermakna dalam seluruh pembuatan UU,” kata Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan 2024 Satria Naufal Putra Ansar, dalam keterangan tertulis, Rabu, 10 Juli 2024.
Menurut dia, pelibatan masyarakat sangat penting, apalagi dalam revisi UU TNI. Sebab, ada kekhawatiran munculnya dwifungsi ABRI seperti saat Orde Baru. Dia menyinggung draf revisi beleid yang mengamanatkan penempatan prajurit aktif. Draf itu mengatur penempatan mesti berdasarkan permintaan pimpinan lembaga terkait. Menurut dia, hal itu membuka celah intervensi militer di ranah sipil. Dengan celah tersebut, kata dia, ada potensi konflik kepentingan dan loyalitas ganda yang menjadi ancaman serius. Terutama, dalam situasi-situasi kritis yang membutuhkan objektivitas dan independensi dalam pengambilan keputusan.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto merespons kekhawatiran terkait revisi UU TNI. Panglima mengajak semua berpikiran positif. Agus yakin perubahan beleid itu untuk menyejahterakan masyarakat. Termasuk, membantu progam pemerintah. Jenderal bintang empat itu menuturkan bahwa prajurit TNI saat ini dibutuhkan di berbagai aspek. Agus mengaku menerima sejumlah MoU dengan kementerian untuk bekerja sama.