Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, mengingatkan pemerintah agar menganalisis dengan tepat dan mendalam substansi dari RUU Polri dan RUU TNI (2/6/2024). Sebab, koalisi masyarakat sipil menemukan pasal-pasal yang membahayakan bagi bangsa Indonesia ke depan, mulai dari sisi keamanan, hubungan antarkelembagaan, perlindungan HAM, hingga ruang demokrasi. Isnur berharap Presiden Jokowi tidak mengeluarkan surpres untuk RUU TNI dan RUU Polri.
Dekan FH Universitas Brawijaya Malang, Aan Eko Widiarto, menyampaikan ada dua pilihan yang bisa diambil Presiden Jokowi untuk menindaklanjuti suara penolakan dari kalangan masyarakat sipil. Pertama, Presiden tidak perlu mengeluarkan surpres. Kemudian pilihan kedua, surpres tetap dikirim, tetapi pemerintah harus tegas menghapus pasal-pasal yang dinilai melemahkan demokrasi. Aan pun menilai janggal proses perumusan RUU TNI dan RUU Polri.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, pembahasan RUU TNI dan RUU Polri tinggal menunggu surpres. Supres wajib dikirim ke DPR paling lama 60 hari. Anggota Baleg DPR dari Fraksi Partai Golkar, Supriansa, berpandangan, jika pemerintah setuju membahas dua RUU itu, tidak membutuhkan waktu lama untuk membahasnya.