Program penanganan masalah stunting di Indonesia dinilai tidak akan optimal hanya dengan program yang dijalankan secara simultan oleh pemerintah dengan penyelesaian angka kemiskinan ekstrem. Stunting baru bisa diselesaikan dengan menggerakkan seluruh elemen masyarakat. Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Sukamdi, mengatakan bahwa penyelesaian stunting di Indonesia tidak bisa didekati hanya dengan program, namun perlu menjadi sebuah gerakan seluruh elemen masyarakat. Sebab, masalah stunting pada anak tidak hanya terkait dengan kemiskinan dan kurang gizi, tapi juga masalah kultur atau kebiasaan hidup orang tua.
Temuan di lapangan menunjukkan salah satu masalah utama penyebab stunting atau kondisi tinggi badan anak lebih pendek daripada standar usianya akibat kekurangan gizi dalam jangka panjang adalah kebiasan para orang tua yang abai terhadap pentingnya air bersih. Meskipun sudah dilakukan pendampingan ke orang tua dalam bentuk program penambahan gizi anaknya, stunting tidak akan selesai karena orang tuanya memiliki budaya hidup sehari-hari yang buruk. Bahkan dalam beberapa kasus, keluarga tidak terima anaknya disebut stunting meski ukuran objektif seperti berat dan tinggi badan menunjukkan si anak stunting. Penolakan dari orang tua persis dengan penolakan masyarakat saat pandemi Covid-19.
“Kalau situasinya begini, tidak bisa hanya program. Harus jadi gerakan. Semua pemimpin masyarakat harus terlibat, terutama tokoh agama. Begitu juga kader posyandu harus benar-benar jadi ujung tombak agar masyarakat secara kultural sadar akan pentingnya penambahan gizi dan mengontrol sejak ibu hamil,” papar Sukamdi. Dalam keterangan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengatakan program penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem akan dilakukan secara simultan karena kedua masalah tersebut saling beririsan. Menurut Menko, prevalensi stunting di Indonesia saat ini berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) adalah 21,6 persen. Sebab itu, pemerintah menargetkan penurunan prevalensi stunting diharapkan bisa turun menjadi 14 persen pada tahun 2024 mendatang.