Asosiasi Gula Indonesia (AGI) memperkirakan produksi gula dapat turun hingga 30 persen dengan kecenderungan harga yang naik saat ini karena faktor iklim El Nino. Direktur Eksekutif AGI, Budi Hidayat, menjelaskan saat ini jumlah konsumsi gula domestik rata-rata setiap bulan diperkirakan mencapai 250.000 ton. Sementara itu, jumlah produksi gula konsumsi sebesar 2,4 juta ton.
Budi memaparkan kebutuhan impor gula konsumsi setiap tahun tidaklah sama. Kebutuhan tersebut bergantung kepada realisasi jumlah produksi dan ditentukan dalam rapat koordinasi dengan Kementerian Koordinator Perekonomian yang juga dihadiri oleh seluruh kementerian terkait. Namun, untuk tahun ini jumlah produksi belum final karena beberapa pabrik gula masih dalam masa giling. Harga gula saat ini juga cenderung naik, sesuai dengan hukum pasar antara penawaran, permintaan dan stok yang ada. “Ada kecenderungan harga naik saat ini karena iklim El Nino. Jumlah produksi dapat turun hingga sebesar 30 persen,” kata Budi kepada Bisnis, Senin (23/10/2023). Guna mengendalikan harga, harga acuan gula telah diatur oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) di tingkat produsen yaitu Rp12.500 per kg dan untuk eceran Rp14.500 per kg.
Tenaga ahli AGI, Yayi Yusriyadi, menyebut bahwa kebutuhan gula domestik per tahun sekitar 6,7 juta ton. Perinciannya, untuk konsumsi atau Gula Kristal Putih (GKP) sekitar 3,3 juta ton dan industri makanan minuman atau Gula Kristal Rafinasi (GKR) sekitar 3,4 juta ton. Di sisi lain, produksi gula dalam negeri berkisar 2,3 juta ton GKP. Dengan demikian kekurangan jumlah yang perlu diimpor adalah sekitar 4,4 juta ton. Umumnya impor dilakukan dalam bentuk gula mentah yang diolah oleh pabrik gula rafinasi menjadi GKR dan oleh pabrik gula berbasis tebu untuk GKP. Yayi juga melihat saat ini harga gula dunia sangat tinggi sekitar $cent 26/lb. Harga ini dua kali lebih tinggi dari harga 3 tahun yang lalu. Hal ini banyak dipengaruhi oleh adanya iklim El Nino (kering) dan juga ketegangan/perang sejumlah negara.